Penegak hukum pun diminta segera turun tangan menelisik peredaran gula oplosan ini. Karena selain membahayakan selisih harga yang mencapai Rp4 ribu per kilogram antara gula rafinasi dan gula kristal putih kemasan, akan membuat praktik pengoplosan ini semakin meluas.
Perwakilan manajemen PT PIR, Dono Jumadi, menyebut pihaknya menjalankan operasional usaha mereka sesuai aturan perundang-undangan. Bahkan dia mengaku rutin melakukan uji bahan baku ke Balai POM dan Majelis Ulama Indonesia. “Kalau kami legal. Sesuai aturan.
Sampel bahan terus diawasi dan diuji oleh Balai POM dan MUI,” katanya. Ia menjelaskan, pihaknya memproduksi gula kemasan 50 Kg merk ‘G’ bervitamin dan memiliki pasar di Sumatera Utara.
“Kami gula vitamin dan pasar kami di Sumatera Utara. Bahan baku kami dari Jawa. Kalau kemasan kecil dikemas dari Jawa,” tukasnya. Disinggung penggunaan Gula Kristal Rafinasi dalam produk mereka, Dono Jumadi tak menampik.
Ia mengaku gula rafinasi digunakan saat kebutuhan sedang tinggi. “Itu tergantung kebijakan manajemen pak. Kalau kebutuhan tinggi, maka digunakan juga. Yang jelas hasilnya sesuai dengan baku mutu untuk di pasarkan ke konsumen,” tegasnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta