MEDAN, iNewsDeliRaya.id- Keputusan Mendagri mengenai pemindahan empat pulau di Aceh masuk ke wilayah Sumut dinilai keliru dan menimbulkan ketidakadilan bagi rakyat Aceh.
Keputusan ini dapat berpotensi membuka luka lama bagi rakyat Aceh dengan Pemerintah Pusat karena dianggap menciderai perjanjian yang sudah disepakati termasuk adanya otonomi khusus bagi Pemerintah Aceh.
Menanggapi isu sengketa 4 pulau yang berada di Aceh, Tokoh Pemuda Sumatera Utara, Ridho Fahrezy, menilai langkah Pemerintah Pusat melalui Keputusan Mendagri No. 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau yang ditetapkan 25 April 2025 adalah hal yang sangat keliru.
Ridho mengatakan Mendagri asal bunyi dalam menyampaikan keterangannya terkait empat pulau tersebut. Diketahui keempat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan dan Pulau Panjang.
“Keputusan Mendagri ini tentu dirasa sangat tidak adil bagi rakyat Aceh, karena pemindahan keempat pulau ini bukan hanya sekedar memandang aspek administratif. Jadi Mendagri jangan asal bunyi dengan persoalan ini kalau ga paham sejarahnya, ini dapat mengganggu stabilitas NKRI,” ucap Ridho Ketua Umum HMI Cabang Medan Periode 2022-2023 di Medan pada Senin 16 Juni 2025.
Menurut Ridho, dalam menyelesaikan persoalan ini Pemerintah Pusat mestinya lebih mengedepankan pendekatan historis dan antropologis, sebab ini bukan hanya sekedar titik di peta yang cukup dengan menarik garis paling dekat kemudian menjadi batas wilayah. Jika dilihat tampak sederhana namun bagi rakyat Aceh keempat pulau ini memiliki esensi perjuangan sebagai simbol, harkat dan martabat rakyat Aceh.
“Bagi rakyat Aceh, ini bukan sekedar pemindahan wilayah namun dapat dianggap sebagai pengabaian Pemerintah Pusat terhadap komitmen politik pasca terjadinya perjanjian Helsinki. Di mana sama-sama kita ketahui banyak menyimpan nilai simbolik dan memori perjuangan yang diperoleh dengan pengorbanan besar bagi rakyat Aceh itu sendiri. Oleh karena itu, keputusan ini tidak bisa dilepaskan dari aspek historis, psikologis, dan identitas rakyat Aceh terlebih lagi selama ini telah dikelola oleh Pemerintah Aceh,” ujarnya.
Editor : Sadam Husin
Artikel Terkait