Praktis, selama dua jam Jusuf berkeliling mengunjungi para sahabatnya yang telah dulu menghadap Yang Maha Kuasa. Dia bahkan seolah tak memedulikan kondisinya yang saat itu mulai sakit-sakitan.
Atmadji menggambarkan ziarah itu semacam firasat. “Apakah dia sudah mengetahui hidupnya tak lama lagi? Atau dia memersiapkan diri untuk suatu perjalanan yang kekal baginya?" tanya dia.
Wafat di Makassar Mendung duka datang menggelayut pada 8 September 2004. Jusuf meninggal dengan tenang di rumahnya, Jalan Sungai Tangka, Makassar. Pemakaman yang dilakukan sehari berikutnya atau 9 September 2004 menjadi lautan belasungkawa.
Ribuan orang mulai masyarakat biasa hingga tokoh nasional mendatangi rumah duka. Isak tangis mewarnai hari kelam itu. Dari Jakarta Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto datang. Begitu juga tiga kepala staf angkatan.
Sebelum upacara pemakaman, jenazah Jusuf dibaringkan 20 menit di Masjid Raya Al Markaz Al Islami yang didirikannya. Ribuan orang datang untuk ikut menyolati.
Andai saja di hari itu tidak terjadi ledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Pusat, niscaya seluruh pemberitaan akan tertuju atas meninggalnya salah satu jenderal paling dihormati prajurit tersebut.
Jusuf dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Panekukang. Sosok sederhana itu dikebumikan dengan cara sederhana pula. Lahir dari keluarga bangsawan Bugis, Jusuf melalui banyak perjalanan sejarah.
Mula-mulai dia bergabung dengan Devosi Rakyat Indonesia dari Sulawesi (KRIS) ketika Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Bersama rekan-rekannya mereka kemudian berlayar ke Jawa. Jusuf awalnya masuk Angkatan Laut dan pernah menjadi ajudan Letnan Kolonel Kahar Muzakkar di Yogyakarta.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait