HUT RI ke 77 diperingati pada hari ini Rabu, 17 Agustus 2022 oleh bangsa Indonesia. Atas bekat rahmat Allah Ta'ala Indonesia merdeka dari penjajahan.
Salah satu ulama sekaligus Pahlawan Nasional piawai dalam berdiplomasi adalah Haji Agus Salim berasal dari Sumatera Barat yang dikenal sebagai daerah memiliki tokoh-tokoh pejuang sekaligus sebagai ulama.
Atas jasanya terhadap negara, Haji Agus Salim meraih gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah secara resmi pada 27 Desember 1961 melalui Keppres Nomor 657 tahun 1961.
Dikutip dari buku Haji Agus Salim, Karya dan Pengabdiannya karya Mukayat, pejuang bernama asli Masyhudul Haq atau yang berarti 'pembela kebenaran' itu lahir di Koto Gadang, Agam pada 8 Oktober 1884. Ia merupakan putra dari pasangan Muhammad Soetan Salim dan Siti Zainab.
Pendidikan dasar Haji Agus Salim ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS) yakni sekolah khusus untuk anak-anak Eropa. Pendidikannya berlanjut ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Dia berhasil keluar sebagai lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Prestasi itu ia persembahkan kepada orangtuanya sesuai dengan keinginan ibunda beliau sebelum wafat yang menginginkan Agus Salim masuk sekolah kedokteran di Belanda. Agus Salim lantas mengajukan permohonan beasiswa kepada Hindia Belanda. Namun entah kenapa usahanya itu kandas.
Agus Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi pada tahun 1906 untuk mendalami ilmu agama. Di sanalah ia berguru kepada ulama masyhur Indonesia yang mukim di Arab Saudi yakni Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, yang masih pamannya sendiri.
Persahabatan erat antara Agus Salim dengan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi mendorong dirinya lebih tekun lagi mempelajari karya-karya pemikir Islam modern. Ia giat mempelajari buku-buku Jamalludin Al-Afghani (1838-1897), yang memancarkan ide Pan Islamisme, serta Mohamad Abduh (1849-1905) pujangga Islam yang menginginkan reformasi dan modernisasi dalam agama Islam.
Agus Salim berpendapat bahwa keadaan pendidikan Islam di Indonesia sangat memprihatinkan, dan harus diperbaharui karena sudah ketinggalan zaman. Agama Islam yang merupakan agama kemajuan itu diterima keliru oleh masyarakat terutama disebabkan karena kesalahan informasi dari pemerintah kolonial Belanda.
Kecerdasan Agus Salim membuatnya mampu menguasai 7 bahasa asing sekaligus. Kemampuan inilah yang mengantarkannya kelak menjadi diplomatik ulung Indonesia. Setelah menimba ilmu agama dan bekerja di Makkah selama lima tahun, akhirnya tahun 1911 Agus Salim kembali ke Tanah Air.
Karier politik Haji Agus Salim dimulai dari keanggotaannya di Sarikat Islam. Ia tertarik bergabung dan langsung aktif menjadi pengurus. Sarikat Islam yang semula bernama Sarekat Dagang Islam didirikan di Kota Solo pada tahun 1911 oleh Wiryowikoro yang setelah menunaikan ibadah haji bernama Haji Samanhudi.
Organisasi ini bersifat nasionalistis, religius dan ekonom. Berbeda dengan perkumpulan sezamannya, Sarekat Dagang Islam tidak bersifat kedaerahan, tidak membatasi para anggotanya dari suku atau kelompok tertentu, melainkan keanggotaannya terbuka untuk umum. Sifat demokratisnya tercermin dari para anggota yang tidak berasal dari kaum bangsawan saja, namun justru dari rakyat jelata.
Selama kiprahnya di Sarikat Islam, Haji Agus Salim mendirikan Tabloid Neraca pada 1917. Di situlah ia menumpahkan ide-de cemerlang untuk membebaskan Indonesia dari cengkeraman kolonial Belanda. “Masyarakat tidak akan dimakmurkan dengan ekonomi, sebelum ia di merdeka," demikian kata Haji Agus Salim.
Haji Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung di pemerintahan Soekarno.
Ia juga berperan dalam merumuskan undang-undang dasar dan falsafah Indonesia yaitu Pancasila. Dirinya juga menjadi sosok terdepan yang ditugaskan untuk berdiplomasi ke berbagai negara tetangga untuk menjalin hubungan bilateral.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait