MEDAN, iNewsDeliraya.id- Fitnah lebih kejam dari membunuh. Itulah suasana batin yang tengah dialami oleh Sri Utami dan Muhammad Yahya.
Pasangan suami istri yang beralamat di Marindal I, Jalan Karya, Pasar IV, Kelurahan Marindal I, Kecamatan Patumbak, Deli Serdang ini, merasa menjadi korban fitnah melalui sejumlah media online.
Alasannya, kasus dugaan pencabulan yang dituduhkan terhadap putranya MY alias U (26), belum terbukti secara sah melalui Pengadilan. Namun, dalam beberapa pemberitaan di sejumlah media online MY telah divonis melakukan tindak pidana pencabulan.
Muhammad Yahya dan Sri Utami kepada iNewsDeliraya.id, Minggu (28/6) menceritakan, awal tuduhan terhadap anaknya MY. Kala itu, sebut Sri, Selasa 25 April 2023 masih dalam suasana libur Idul Fitri 1444 Hijriyah, mereka lagi kumpul bersama keluarga termasuk MY di rumahnya. Tiba tiba ada yang datang dan mencari MY. "Ada apa Koko (paman N yang diduga korban pencabulan MY)," ujar Sri.
Koko menyahuti dengan menanyakan keberadaan MY. Sri pun menjawab U sedang berada di kamar. Lalu ia membangunkan U yang berada di kamar dan memberitahu bahwa Koko sedang mencarinya.
"Temuilah dia (Koko), dia ada diluar, didepan pintu. Terus dia (Koko) gini (bicara dengan U) kau ada niduri A (panggilan buat N). Udah 2 jam aku cari rumah ini," ungkap Sri meniru percapakan paman korban dengan MY yang ia saksikan.
Tak berselang lama suasana makin ramai karena ibu korban pun tiba di rumah MY. Lalu MY diajak ke berboncengan ke lapangan yang berhadapan dengan rumah Koko oleh ipar Koko.
"Sampai di lapangan depan rumah Koko, Y duduk lalu dipukul oleh S, kayak bar bar begitulah, tidak puas hanya (dipukul) sekali, lalu dipukul lagi," jelas Sri, ibu MY.
Namun, visum batal dilaksanakan dan saat itu rencananya visum akan dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Saat masih tempat yang sama datang sejumlah orang yang mengaku dari pihak Kepolisian menghampiri Muhammad Yahya, ia pun meminta untuk menangkap anaknya apabila dirasa bersalah.
"Ya udah kalau di tangkap, tangkap anakku, aku bilang begitu. Sama aku ngak masalah, kalau memang salah anakku, tangkap saja," ujarnya.
"Jadi kami pulang rumah kami pun dijaga sama orang orang yang memukul anak saya ini, kami biarkan saja," lanjutnya.
"Kami ngak tahu, baru tadi (Selasa, 23 Mei 2023) baru tahu melalui Kadus (Kepala Dusun) karena kami datang ke rumah Kadus," ungkap Yahya.
Usai ribut ribut, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan visum ke Rumah Sakit (RS) terdekat. "Kami berangkat ke Rumah Sakit Sembiring, kami tiba di Rumah Sakit Sembiring, pihak korban pun tiba di RS, termasuk membawa korban, posisinya anak ini (N) sehat," jelas Muhammad Yahya.
Pada Rabu, 10 Mei 2023, Penyidik dari Polrestabes Medan pun memeriksa tempat kejadian perkara. Rumah MY menjadi sasaran cek TKP, seolah peristiwa dugaan pencabulan terjadi di rumah orang tua MY. Sementara hasil visum, menurut Yahya baru diketahui melalui warga setempat.
Seminggu kemudian, sebut Yahya, datang pihak Kepolisian ke rumahnya membawa surat penangkapan. MY bersama kedua pasangan suami istri pun dibawa ke Polrestabes Medan untuk menjalani pemeriksaan hingga pada dini hari.
"Kira kira hampir jam 2 dini hari MY selesai diperiksa, keluar MY tangannya dipegang oleh Juper, ibu Kristi ngak salah namanya. Lalu kami bertanya sama juper, kenapa anak saya ini, apa anak saya ini pelakunya, jawab juper oh belum, belum pelakunya, cuma kami titipkan di sini dulu," urai Yahya mengulangi percakapan kala itu dengan juru periksa Unit PPA Polrestabes Medan.
Kuasa Hukum MY, Fendi Luaha SH
"Seakan akan disini (TKP), terus mereka (penyidik) peragakanlah seperti apa, yang di pimpin langsung penyidiknya. Pada hal yang kita ketahui pada saat TKP itu, tidak ada sepatah kata pun yang diucapkan oleh korban bahwasanya disini saya diperlakukan kekerasan," jelas Kuasa Hukum MY, Fendi Luaha SH, yang turut hadir dalam cek TKP.
"Tapi menurut arah dari pada penyidik itu saja, jadi dia (korban) tinggal ikut ikut aja," lanjut Fendi.
Fendi menyebut bahwa sebagai kuasa hukum MY, ia sama sekali tidak pernah diberitahu oleh Penyidik bahwa akan melakukan cek TKP.
"Cek TKP cuma seperti sudah mengarah ke rekonstruksi. Seharusnya itu tidak boleh, kecuali tersangka mengakui perbuatannya lalu dibawa, tetapi korbannya turutserta dibawa lalu dilakukan peragaan," kesalnya.
Fendi mengatakan sikap penyidik pada saat cek TKP seolah penyidik telah mengetahui benar adanya peristiwa pencabulan itu.
Pada saat itu, sebut Fendi, terjadi perdebatan antara dirinya dengan Penyidik.
"Akhirnya di ulang lagi cek TKP itu. Korban diarak dari sana seolah olah diancam sebelumnya oleh MY untuk dibawa ke rumah MY dengan jarak sekira 100 meter. Pada hal dengan jarak itu ada warga dengan waktu yang sama, dan warga menyebut mana mungkin anak itu dibawa oleh klien kita," paparnya.
Sedangkan, menurut pengakuan Muhammad Yahya saat cek TKP, penyidik mengkonfirmasi korban N terkait cara terduga. Sedangkan dalam Laporan Polisi, kata Fendi, korban mengalami pendarahan.
"Inilah kami keberatan, kalau memang anak kami salah ya silahkan, tapi kalau bukti buktinya ngak dan di rekayasa kami ngak terima," paparnya.
Sesalnya Fendi saat peristiwa yang dituduhka sebagaimana dalam cek TKP, MY anaknya sedang tidur di rumah.
"Kami di rumah pada saat itu, kejadian katanya jam satu (siang), ada anak awak (saya) perempuan pesantren pas (sedang) libur satu bulan. Kami di rumah sampai jam dua, sedangkan di rumah itu ada anak gadis yang sekolah pesantren," ujarnya.
Janggalnya, pada saat itu, sebut Fendi, MY sedang berada di kamar, lalu jam dua siang saat itu pihaknya meninggalkan rumah untuk mengunjungi keluarga lainnya.
"Itu rumah tidak pernah kosong. Ini perlakuan berlebihan sekali, sehingga saya bilang kalau memang anak saya salah silahkan, tapi jangan direkayasa," tegasnya.
Tidak Didampingi Pengacara
Kuasa Hukum MY, Fendi Luaha SH mengaku kecewa dengan proses pemeriksaan terhadap kliennya di Unit PPA Polrestabes Medan. Fendi menyebut pemeriksaan terhadap kliennya nyaris tidak didampingi dirinya sebagai kuasa hukum.
"Setiap mereka (penyidik) periksa itu secara diam diam, kenapa? (Karena) hak dari pada setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana, apalagi diatas lima tahun berdasarkan Pasal 54 dan 56 KHUPidana dan 114, itu wajib hukumnya didampingi oleh lawyernya," ucapnya.
"Kedua, pasal 69 dan 70, itu (menyebutkan) bahwa tiap waktu boleh ditemui oleh lawyer dan terduga, termasuk berita acaranya itu Pasal 72 KUHP. Artinya hak hak dari pada terduga ini tidak pernah diberikan oleh penyidik," ungkap Fendi.
Sementara kewenangan penyidik, lanjut Fendi, tidak pernah dihalangi oleh pihaknya sebagai kuasa hukum.
"Sebab, baik Polisi atau penyidik dan lawyer juga bekerja sesuai dengan hukum acara pidana. Nah, siapa yang keluar dari situ, maka ada pelanggaran, ada prosedur yang menyimpang," pungkas Fendi Luaha yang pernah menjadi kuasa hukum dua Youtuber Medan Joniar dan Benni dalam kasus 'Polisi Nunggak Pajak' pada 2020 lalu.
Prapid dan Dumas Propam
Atas penetapan tersangka yang ia duga tidak sesuai standar operasional prosedur, Fendi mengaku telah mendaftarkan gugatan Praperadilan terhadap Kapolresta Medan C.q Kasat Reskrim Polrestabes Medan pada Rabu, 17 Mei 2023.
Tidak hanya itu, Fendi juga telah mengadukan Penyidik di Unit PPA Polrestabes Medan yang menangani perkara kliennya, MY, ke Unit Propam Polrestabes Medan.
"Ini kita lakukan sebagai bukti bahwa ada yang keliru dalam proses penyidikan terhadap klien saya," tandasnya.
Editor : Sadam Husin