HUT Kemerdekaan RI ke 77 pada 17 Agustus 2022 besok akan diperingati bangsa Indonesia. Seluruh rakyat diajak erus menumbuhkan dan memupuk sikap nasionalisme atau cinta kepada negara.
Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari peran ulama. Ada sederet ulama yang mendapat gelar pahlawan nasional.
Tapi di luar itu juga masih banyak ulama yang memiliki peran sangat besar dalam melawan penjajah.
Sikap nasionalisme cinta Tanah Air yang ditunjukkan dan sudah diberikan orang-orang terdahulu dalam memerdekakan negeri ini dari cengkeraman penjajah diharapkan mengalir kepada anak dan cucunya atau generasi sekarang.
Menurut ajaran agama Islam, nasionalisme dipandang sebagai wujud keimanan. Wacana ini juga senada dengan apa yang disampaikan Hadlratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, "Cinta Tanah Air sebagian dari iman."
Mengutip dari artikel di laman resmi Pondok Pesantren Lirboyo, dijelaskan bahwa meskipun penggalan kalimat singkat tersebut bukan termasuk hadis, secara esensial tidak jauh beda dengan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam yang menjelaskan tentang ungkapan kecintaannya terhadap Kota Madinah.
Dalam kitab Shahih Al Bukhari Volume III Halaman 23 disebutkan:
كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: "Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam pulang dari bepergian dan melihat dinding Kota Madinah, beliau mempercepat laju untanya. Dan bila mengendarai tunggangan (seperti kuda), maka beliau menggerak-gerakkan karena cintanya kepada Madinah." (HR Al Bukhari)
Substansi kandungan hadis tersebut dikemukakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar Al 'Asqolani. Ia menegaskan bahwa, "Dalam hadis itu terdapat petunjuk atas keutamaan Madinah dan disyariatkannya mencintai tanah air serta merindukannya." (Fath al-Bari, III/705).
Dalam penerapannya, semangat nasionalisme dan bela negara mampu menciptakan dialog kehidupan yang rukun dan damai. Bahkan sangat diperlukan untuk memperkuat sendi-sendi kenegaraan dari berbagai paham radikalisme, ekstremisme, dan semacamnya yang merongrong kebhinnekaan bangsa ini.
Sahabat Umar Radhiyallahu anhu mengatakan:
لَوْلَا حُبُّ الْوَطَنِ لَخَرُبَ بَلَدُ السُّوْءِ فَبِحُبِّ الْأَوْطَانِ عُمِرَتِ الْبُلْدَانِ
Artinya: "Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan makin hancur negeri yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah air, negeri-negeri termakmurkan." (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz 1 halaman 17, cetakan Al-Haromain)
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa Islam sebagai ajaran tidak hanya terbatas pada dimensi doktrinal keagamaan.
Cakupan Islam yang sebenarnya lebih luas, yakni membangun peradaban masyarakat dengan prinsip kemaslahatan, termasuk menjadikannya sebagai upaya untuk mengobarkan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia.
Wallahu a'lam bishawab.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta