MEDAN, iNewsDeliraya.id- Ketua Dewan Pimpinan Pusat Santri Pembela Prabowo (SPP) Indonesia, DR. H. Dedi Masri, Lc. MA, menyatakan sikapnya merespons Proyek Strategis Nasional di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Ustadz Dedi Masri yang juga ketua Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pesantren Indonesia (DPW IPI) Sumatera Utara menilai proyek tersebut banyak mudaratnya atau banyak menzalimi rakyat.
Ustadz Dedi juga menyatakan secara tegas tidak takut untuk meminta Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indak Kapuk (PIK) 2 untuk dicabut.
" Ini proyek menyengsarakan rakyat dan menyenangkan konglomerat, kami cabut saja, sudah menyalahi aturan pelaksanaannya," ucap Ustadz Dedi di Medan, Senin (27/1) malam.
Ustadz Dedi menyampaikan, sebagai ketua DPP Santri Pembela Prabowo (SPP) Indonesia mengaku turut concern pada persoalan tersebut karena ini adalah permasalahan umat dan strategis nasional, pelaksanaannya banyak mudharatnya dan merugikan masyarakat dan berpendapat bahwa peraturan memiliki sejumlah kelemahan hukum yang signifikan.
Secara formil, Peraturan Menteri Koordinator tersebut diterbitkan tanpa adanya pendelegasian kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Presiden.
“Hal ini melanggar prinsip dasar pembentukan peraturan-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diubah beberapa kali,” ucap Ustadz Dedi.
Selain itu, secara materiil, isi dari Peraturan Menteri Koordinator ini dinilai dibandingkan dengan sejumlah peraturan perundang-undangan lainnya, diantaranya UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Materi muatan peraturan tersebut juga dinilai menambahkan norma baru yang tidak diperintahkan oleh peraturan di atasnya, sehingga melampaui kewenangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Berdasarkan hal tersebut, permohonan permohonan kepada Mahkamah Agung RI untuk menyatakan bahwa Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024 tidak memenuhi ketentuan formil dan materiil dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, sehingga dinyatakan tidak sah, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, dan tidak berlaku secara hukum.
Diketahui Presiden Prabowo Subianto saat memimpin rapat kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu kemarin. Menegaskan akan menindak perusahaan melanggar aturan pertanahan dan kehutanan dan memberi arahan kepada para penegak hukum, mulai dari Kejaksaan Agung, Polri, TNI, dan BPKP. Serta mengancam akan mencabut izin perusahaan melanggar. Apalagi, kata dia, jika dilanggar oleh perusahaan itu adalah hutan lindung.
Editor : Sadam Husin
Artikel Terkait