JAKARTA, iNewsDeliRaya.id - Buang air kecil atau kencing lalu begitu saja selesai tanpa membersihkan hadas kecil maka perkara itu jangan dianggap remeh. Mengapa karena sikap abai tersebut menjadi pintu masuk siksa kubur karena kencing.
Agama Islam sudah mengajarkan dengan gamblang dan lengkap menjaga kesucian dan kebersihan sehari-hari sebagai Muslim.
Tak banyak yang tahu bahwa siksa kubur ternyata kebanyakan disebabkan oleh buruknya cara kita bersuci, seperti halnya saat buang air kecil atau kencing.
Adanya siksa kubur wajib kita yakini sebagai orang mukmin, oleh karenanya kita wajib menghindari diri dari azab kubur dengan memperbaiki cara kita bersuci.
Dalam hadits yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam Kitab Bulughul Marom pada bab 'Buang Hajat', bahwasanya:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – اِسْتَنْزِهُوا مِنْ اَلْبَوْلِ, فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْهُ – رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيّ
وَلِلْحَاكِمِ: – أَكْثَرُ عَذَابِ اَلْقَبْرِ مِنْ اَلْبَوْلِ – وَهُوَ صَحِيحُ اَلْإِسْنَاد ِ
Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut,” (HR. Ad-Daruquthni).
Dalam riwayat lain oleh Al Hakim Rasulullah bersabda: “Kebanyakan siksa kubur gara-gara (bekas) kencing,”.
Ad-Daruquthni mengatakan bahwa yang benar hadits ini mursal. Sanad hadits ini tsiqoh selain Muhammad bin Ash Shobah. Imam Adz Dzahabi berkata dalam Al Mizan bahwa hadits dari Muhammad bin Ash Shobah ini munkar. Seakan-akan beliau merujuk pada hadits ini.
Sedangkan lafazh kedua dikeluarkan oleh Ahmad, Ad Daruquthni, dan Al Hakim dari jalur Abu ‘Awanah, dari Al A’masy, dari Abu Sholih, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kebanyakan siksa kubur karena kencing.”
Al Hakim berujar bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim dan ia katakan bahwa hadits tersebut tidak diketahui memiliki ‘illah (cacat). Namun hadits ini tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim. Hadits ini memiliki penguat dari hadits Abu Yahya Al-Qotton.
At Tirmidzi dan Bukhari ditanya mengenai hadits ini, mereka katakan bahwa hadits ini shahih. Begitu pula Ad-Daruquthni mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Dari 'Abdullah bin ’Abbâs Radhiyallahu anhu, dia berkata:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Artinya: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua kuburan, lalu Beliau bersabda: “Sesungguhnya keduanya ini disiksa, dan tidaklah keduanya disiksa dalam perkara yang berat (untuk ditinggalkan). Yang pertama, dia dahulu tidak menutupi dari buang air kecil. Adapun yang lain, dia dahulu berjalan melakukan namimah (adu domba)”. Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sebuah pelepah kurma yang basah, lalu membaginya menjadi dua, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menancapkan satu pelepah pada setiap kubur itu. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasûlullâh, kenapa anda melakukannya”. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Semoga Allah meringankan siksa keduanya selama (pelepah kurma ini) belum kering”. (HR. Bukhari, no. 218; Muslim, no. 292).
Di dalam hadits lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan penyebab keringanan siksa kubur itu adalah syafaat beliau.
إِنِّي مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ، فَأَحْبَبْتُ، بِشَفَاعَتِي، أَنْ يُرَفَّهَ عَنْهُمَا، مَا دَامَ الْغُصْنَانِ رَطْبَيْنِ
Artinya: "Aku melewati dua kuburan yang (penghuninya) sedang disiksa, maka Aku suka agar siksa keduanya diringankan selama kedua pelepah kurma itu masih basah. (HR. Muslim, no. 3012; dari Jabir bin Abdillah).
Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Dosa besar ke-36: tidak membersihkan diri dari air kencing, dan itu termasuk syi’ar nashara”. (Al-Kabȃir, hlm. 141).
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait