Diduga Bawa Nama Kejari Medan, Oknum PT KAI Dianggap Intimidasi Warga Penghuni Rumah di Jalan Kemuni

MEDAN, iNewsDeliRaya.id – PT Kereta Api Indonesia (KAI) diduga melakukan tindakan intimidatif terhadap Sarifa, penghuni rumah nomor 10 di Jalan Kemuning, Kecamatan Medan Timur, dengan dalih agar segera mengosongkan rumah yang telah ditempati puluhan tahun.
Hal itu disampaikan oleh Ikhsan, anak dari Sarifa, yang menyebut bahwa ancaman tersebut datang dari seseorang berinisial F, yang mengaku sebagai perwakilan PT KAI dan menyampaikan ancaman melalui pesan WhatsApp pada Sabtu (24/5/2025).
"Dalam pesan itu, orang PT KAI membawa-bawa nama Kejaksaan Negeri Medan. Mereka bilang sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan dan meminta ibu saya datang ke kantor mereka. Apa maksudnya ini? Ibu saya bukan penjahat," ucap Ikhsan, kamis (29/5/2025), dengan nada kecewa.
Menurut Ikhsan, pesan bernada ancaman tersebut menimbulkan tekanan psikologis terhadap ibunya yang telah menempati rumah itu sejak lama. Ia menduga ada motif bisnis di balik langkah PT KAI yang disebutnya kerap bekerja sama dengan pihak investor untuk mengubah kawasan permukiman menjadi zona komersial.
"Sudah banyak rumah warga yang berubah jadi kafe, lapangan tenis, atau tempat usaha lain. Kami khawatir rumah ibu saya juga jadi target. Tapi kenapa harus membawa nama Kejaksaan Negeri Medan? Ibu saya tidak punya urusan hukum apapun dengan Kejaksaan," tegas Ikhsan.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak PT KAI maupun Kejaksaan Negeri Medan belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pemanfaatan institusi penegak hukum dalam urusan penyelesaian kepemilikan rumah warga.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut etika komunikasi korporasi terhadap warga yang menjadi bagian dari kawasan lama yang kini mulai dikembangkan menjadi wilayah bisnis.
Aktivis masyarakat dan pengamat tata ruang kota menilai, langkah apapun yang dilakukan oleh BUMN seperti PT KAI harus tetap menjunjung prinsip-prinsip hukum, transparansi, dan penghormatan terhadap hak warga.
“Setiap upaya relokasi atau penyelesaian konflik lahan harus dilakukan melalui jalur hukum yang sah dan tidak boleh melibatkan unsur intimidasi, apalagi membawa nama institusi hukum tanpa proses resmi,” ujar salah satu pengamat hukum publik.
Editor : Sadam Husin