MEDAN, iNewsDeliraya.id- Tak ada tokoh di republik ini yang tak mengenal KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia). Lahir di awal reformasi 26 tahun lalu, organisasi mahasiswa Muslim ini dikenal sebagai corong gagasan membangun Indonesia secara demokrasi.
Demikian Direktur Eksekutif LIPPSU (Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara), Azhari AM Sinik, membuka sorotan terhadap KAMMI --menyusul aksi terbaru organisasi itu menyoal pembelian lahan Medan Club dan itu ternilai sebagai ironi.
"Dari jejak kiprahnya, KAMMI dikenal getol berupaya membangun peradaban agar negeri ini melahirkan banyak pemimpin yang berintegritas lewat proses pemilu. Tak terkecuali pesta "demokrasi" lokal seperti Pemilihan Gubernur Sumatera Utara," ujar Azhari, ditemui wartawan di Medan, Kamis (14/11).
"Tapi citra itu serasa tenggelam menyusul aksi KAMMI di Kejaksaan Tinggi Sumut, Jumat (8/11) lalu menuai kontroversi,* imbuh laki akrab dengan sapaan Ari Sinik. Dia bercerita.
Hari itu, dalam aksinya, massa KAMMI mendesak Kejatisu (Kejaksaan Tinggi Sumut) menyelidiki proses aksi Pemprov (Pemerintah Provinsi) Sumut membeli lahan Medan Club hingga merogoh kocek Rp 457 miliar. KAMMI menilai kebijakan itu terindikasi melanggar aturan hukum dan merugikan rakyat Sumut.
"Dari aksi itu, jelas mereka tampak tak memahami seluk beluk masalah yang disoal," tuding Ari Sinik.
Menurut Ari, proses pembelian lahan Medan Club yang berada persis di samping kantor gubernur, sudah melalui banyak tahapan.
Termasuk rapat koordinasi yang dihadiri Kajatisu diwakili Dr. Prima Idwan Mariza, S.H., M.Hum., sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejatisu. Digelar di kantor Gubsu (Gubernur Sumut) di Medan, rapat pada 21 November 2022 lalu itu Prima Idwan Mariza yang mewakili Kajatisu (Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut) bahkan didampingi Tim Jaksa Pengacara Negara.
*Artinya," tegas Ari Sinik, "proses pembelian lahan Medan Club sudah diketahui Kejatisu. Lalu bagaimana mungkin KAMMI mendesak Kejatisu untuk melakukan penyelidikan atas pembelian lahan Medan Club? Jelas (aksi itu) salah alamat." Ari Sinik terus memaparkan data.
Kajatisu, saat itu dijabat Idianto, SH., MH., menegaskan kehadiran tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada rapat itu guna memastikan tahapan soal pembelian lahan itu sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Data media massa menyebut, Kajatisu Idianto kala itu menegaskan soal lahan Medan Club bukanlah proses jual beli, melainkan proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Terkait harga tanah, Idianto juga menegaskan, harganya telah dinilai oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). "Jadi persoalan pembelian lahan Medan Club sudah terang benderang sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Silahkan saja di searching di Google, banyak media yang sudah memuat beritanya. Jadi dimana pelanggaran hukumnya dan dimana kerugiannya," ujar Ari Sinik.
"Justru pembelian (lahan) itu," sambung Ari lagi, "sangat menguntungkan Pemprov Sumut. Pasalnya, saat pembelian penentuan harga berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Jalan Kartini sebagai lokasi Medan Club. Sekarang Medan Club sudah menjadi bagian dari Kantor Gubernur Sumut. Artinya, NJOP-nya sesuai dengan alamat Kantor Gubernur yaitu di Jalan Pangeran Diponegoro Medan."
"Jadi nilai NJOP-nya sudah naik dua kali lipat dari Jalan Kartini. Kalau tahun 2023 pembeli sebesar Rp 457 miliar, mungkin saat ini harganya sudah mencapai Rp 1 triliun. Siapa bilang pembelian lahan Medan Club merugikan keuangan negara. Justru (Gubsu saat itu) Pak Edy (Rahmayadi) memberikan keuntungan kepada Pemprovsu," jelasnya.
Pun dinilai menyorot masalah tanpa dukungan data yang valid hingga terkesan asal tuding, Ari tetap mengapresiasi aksi KAMMI Sumut.
"Saya tidak ingin menuding aksi KAMMI itu sebagai pesanan dari salah satu calon kepala daerah untuk mendiskreditkan Edy Rahmayadi. Justru saya memberikan apresiasi, karena adik-adik mahasiswa sudah berani menyampaikan pendapat di depan publik. Itu juga yang sering kami lakukan dari LIPPSU. Hanya saja pelajari dulu persoalan yang hendak disampaikan, hingga kesannya tidak seperti aksi bayaran," ujarnya.
Menurut Ari Sinik, masih banyak masalah di Sumatera Utara yang harus dikritisi. Terutama di Kota Medan, seperti persoalan Lapangan Merdeka, Stadion Teladan, persoalan banjir, atau proyek underpass Jalan Gatot Subroto.
"Ayo mari kita kritisi itu, soalnya sangat banyak kejanggalan-kejanggalan dalam proyek tersebut. Jangan masalah Medan Club yang sudah clear and clean, justru dipersoalkan kembali. Itu namanya mencari-cari kesalahan orang lain. Masyarakat tidak akan percaya dengan isu tersebut," pungkasnya.
Editor : Sadam Husin