JAKARTA, iNewsDeliRaya.id - HUT ke-77 TNI diperingati oleh bangsa Indonesia. Aset peting milik bangsa dan rakyat Indonesia ini menjadi kebanggan sekaligus menjaga kedaulatan NKRI.
TNI hadir hingga saat ini setelah melalui proses sejarah yang panjang dan penuh perjuangan para pendahulunya.
TNI lahir dari rakyat yang mencintainya sehingga seluruh prajurit pun harus memahaminya.
Nah banyak cerita tentang kehadiran TNI dan lika-likunya. Salahnya pada tahun 1980-an.
Pada masa itu terjadi perampingan di tubuh TNI AD. Mulai dari Kodam hingga pasukan elite Kopassus.
Berbagai argumentasi diberikan untuk mencegah pengurangan prajurit Kopassus, tetapi pengurangan pada akhirnya tetap harus dilaksanakan. Salah satunya adalah alih status Brigif 3 Linud Kopassus di Kariango menjadi Brigif Linud 3/Kostrad.
Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan yang pernah menjabat sebagai komandan pertama Grup 3. Para Komando ini mencoba berargumen dengan Jenderal TNI (Purn), Benny Moerdani dengan pertimbangan bahwa biaya akan semakin boros jika dilakukan perampingan.
Disebabkan dengan jumlah prajurit yang sedikit berarti harus mengadakan latihan yang lebih banyak agar dapat menyamai kekuatan prajurit berjumlah besar.
"Jadi Bapak kalau nggak punya duit, jangan dikecilkan," demikian argumentasinya. Tentu argumentasi tersebut ditukas tajam oleh Jenderal TNI (Purn) Benny Moerdani yang waktu itu menjabat sebagai Panglima ABRI, dikutip dari Buku Kopassus untuk Indonesia.
Model perampingan organisasi dilakukan dengan cara seleksi kepada seluruh prajurit Kopassus, termasuk dari anggota Brigif 3 lintas udara (Linud) Kopassus. Seleksi dilaksanakan di Sukabumi pada 1986.
Anggota Kopassus kembali menjalani ujian di medan berat untuk diukur kemampuan fisik, mental, dan kecerdasannya. Tes dilakukan satu-satu dan didampingi psikiater. Latihan patroli malam hari juga dilakukan.
Hari pertama hasil masih bagus. Hari kedua mulai ada yang mengantuk. Hari ketiga lebih banyak lagi yang mengantuk dan prajurit Kopassus yang diseleksi diminta tidur sendiri-sendiri.
Mereka diberi tahu akan kembali berangkat pukul 03.00 dini hari. Ada yang bangun, tapi ada juga yang terus tidur sampai seharian. Tes ini untuk mengukur tanggung jawab para prajurit.
Hanya sekitar 2.500 orang yang lulus setelah melewati berbagai tes selama seminggu. Mereka yang lulus tentu saja tetap boleh mengenakan baret merah dan tinggal di Jakarta. Sementara yang tidak lulus ditempatkan dalam kesatuan baret hijau Kostrad.
"Saya rasanya mau menangis, karena banyak orang yang baru masuk Kopassus harus keluar," kata Sintong.
Pergantian baret tersebut juga sempat menimbulkan aksi protes dari mereka yang tidak lolos. Bahkan salah satu bentuk protesnya adalah dengan melepaskan sejumlah tembakan.
Ada beberapa prajurit yang kemudian berurusan dengan Polisi Militer akibat aksi protesnya itu.
Upacara pergantian baret dilaksanakan di kesatrian Kariango. Proses itu amat mengharukan. Pada waktu acara timbang terima, semua berdiri mengenakan baret merah.
Setelah upacara, semua bergantian menundukkan kepala, mengambil baret hijau dan menggantikan baret merah yang dipakai.
"Saya sedih sekali. Anak-anak buah ini betul-betul saya sayangi. Tetapi, negara mengatakan ini harus dilaksanakan. Ini kan orang orang baik semua," papar mantan Komandan Kopassus itu lirih.
Kolonel Inf Tarub terpilih menjadi komandan pertama Brigif Linud 3/Kostrad di Kariango. Ia pun mengakui reorganisasi Kopassus adalah peristiwa yang tidak mudah. Ia mengingat bagaimana dirinya terus memberikan semangat kepada prajurit Kopassus yang beralih menjadi anggota Kostrad.
"Memang nggak gampang untuk jaga semangat mereka. Saya meyakinkan mereka bahwa walau pun sekarang jadi Kostrad, tetapi tetap Kopassus. Tidak kenal menyerah, jiwa korsa. Tidak ada bedanya dengan Cijantung. Pokokny saya kuatkan mereka," cerita Letjen TNI (Purn) Tarub saat menguatkan anak buahnya dulu.
Dengan menjadi komandan Brigif Linud 3/ Kostrad, Tarub juga mengikuti prosesi pergantian baret. Lulusan Akmil 1965 ini meminta izin kepada Try Sutrisno, untuk berlutut ketika baret merahnya diganti menjadi baret hijau.
"Waktu baret merah saya diambil diganti baret hijau, saya berlutut. Saya minta ke Pak Try bahwa dulu saya terima baret merah dengan berlutut di Pantai Selatan. Jadi ini kalau dilepas, saya maunya sambil berlutut juga," ujar Tarub.
Try Sutrisno menyetujui permintaan Tarub. Mantan Komandan Kopassus itu juga mengenang kepedihannya saat prosesi pergantian baret di Kariango.
"Banyak yang menangis. Luar biasa. Saya bilang, baret itu nggak masalah, yang penting ada di sini (menunjuk dada). Bagaimana semangat jiwa kita di situ, kita semangat, kita Kopassus. Selalu saya semangati mereka. Saya buat jargon-jargon, Kokoh seperti Batu Karang, misalnya," urai Tarub di dalam buku Kopassus untuk Indonesia.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar