“Kami sudah sangat resah. Kebun kami sering kehilangan hasil panen. Bahkan banyak dari kami tidak pernah lagi menikmati hasil dari kebun sendiri,” ujar Marno, warga setempat.
Hal senada diungkapkan oleh Wagiman (54). Ia mengaku bahwa pencurian kerap terjadi jelang panen.
“Setiap mau panen, buah sawit sudah lebih dulu habis dicuri. Kami sudah lelah dan marah. Makanya semalam kami siaga di kebun. Begitu pelaku datang, langsung kami tangkap,” tegasnya.
Warga menegaskan bahwa pencurian sawit bukan sekadar pelanggaran hukum ringan, melainkan mengancam keberlangsungan ekonomi masyarakat. Mayoritas warga Desa Sei Buluh menggantungkan hidup dari hasil kebun sawit.
“Kami minta kepolisian bertindak tegas. Ini bukan soal pencurian biasa, tapi soal hidup orang banyak. Kalau terus dicuri, kami mau makan apa?” ujar Wagiman dengan nada emosional.
Warga juga mendesak agar UU Tipiring tidak lagi menjadi dasar hukum utama dalam kasus pencurian hasil pertanian. Mereka meminta agar Perma Nomor 2 Tahun 2012 dievaluasi dan pelaku dijerat dengan pasal yang menimbulkan efek jera.
“Kalau hanya Tipiring, pelaku bisa bebas dan mencuri lagi. Kami tidak setuju. Harus ada sanksi yang lebih berat,” tambahnya.
Editor : Sadam Husin
Artikel Terkait