RIVALITAS Jenderal M Yusuf dan Jenderal LB Moerdani menjadi sebuah catat sejarah. Keduanya mempunyai peran yang besar dalam perjalanan bangsa, terutama di lingkungan TNI, dulu ABRI.
Seperti dikutip dari buku Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen, Konflik dan Integrasi TNI AD, Minggu (28/8/2022), ketika Jenderal M Yusuf menjabat Menhankam/Pangab, konflik antar perwira TNI AD dalam lingkup ABRI tidak kelihatan terbuka.
Jenderal M Yusuf dikenal sebagai Panglima yang sangat memperhatikan kesejahteraan prajurit dengan melakukan perbaikan pangkalan, perumahan yang layak, membangun perlengkapan modern, dan latihan yang baik untuk profesionalisme prajurit. Ini menyebabkan Jenderal M Yusuf populer di kalangan prajurit dan rakyat.
Sementara itu Ketua G-I Hankam/Asintel ABRI kala itu yang dijabat Letjen Leonardus Benyamin Moerdani atau LB Benny Moerdani, diisukan melaporkan kepopuleran Jenderal M Yusuf kepada Soeharto. Ini kemudian memunculkan ketidaksenangan Soeharto terhadap Jenderal Yusuf.
Benny Moedani juga melaporkan tindak tanduk Jenderal M Yusuf kepada Soeharto, yang menyebutkan bahwa Yusuf menggalang kekuatan internal untuk menjadi Presiden RI. Selama masa jabatan Jenderal M Yusuf memang banyak beredar isu.
Misalnya, untuk mencari popularitas di kalangan para perwira, M Yusuf memberikan kenaikan pangkat langsung di lapangan bagi perwira yang berprestasi, seperti di Timor Timur dan Irian Jaya (Papua).
Isu lain menyebutkan bahwa semua komandan setingkat Letkol dapat langsung masuk ke Sekolah Staf dan Komando (Sesko).
Puncak konflik antara Jenderal M Yusuf dengan Letjen Benny Moerdani terjadi ketika pada 30 Maret 1981, Jenderal M Yusuf melakukan Commanders Call ABRI di Ambon. Dalam acara tersebut, Letjen Benny Moerdani tidak ikut ke Ambon. Bertepatan dengan acara tersebut, terjadi peristiwa pembajakan pesawat Garuda Woyla di Bangkok.
Sementara Letjen Benny Moerdani langsung mengatasi pembajakan ini sendiri tanpa kendali Jenderal M Yusuf. Menurut kalangan internal ABRI, Letjen Benny Moerdani sebagai Asinel dan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) sengaja menggalang kekuatan ekstrim Islam untuk melakukan aksi pembajakan.
Dalam drama pembajakan ini, Benny menumpas sendiri para pembajak dengan bantuan pasukan Kopassus yang direkrut mendadak. Tudingan ini terjadi karena sebagai Asintel Hankam, Letjen Benny Moerdani tidak ikut ke Ambon pada Commanders Call. Keberhasilan operasi Woyla ini menjadikan Benny Moerdani dianggap berjasa oleh Soeharto karena ia berhasil menjaga nama baik bangsa Indonesia di mata internasional.
Atas jasa-jasanya, Letjen Benny Moerdani diangkat menjadi Panglima ABRI pada 1983, melampaui para seniornya seperti Letjen Himawan Sutanto (Kepala Staf Operasi Panglima ABRI) yang membawahi Letjen Benny Moerdani.
Akibatnya terjadi ketegangan dan kecemburuan para senior lulusan Akademi Militer.
Sebagai Panglima ABRI, Jenderal Moerdani sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Hankam Negara tidak merangkap Menhankam. Menhankam dijabat oleh Jenderal Poniman, mantan KSAD.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta