MEDAN, iNewsDeliRaya.id– Sidang Puluhan buruh PT Medan Tropical Canning & Frozen Industries di Pengadilan Negeri Medan menghadirkan sosok akademisi yang tegas membela buruh. Dr. Ibnu Affan, dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), menyampaikan analisis hukum mendalam terkait status pekerja dan prosedur PHK yang dianggap cacat hukum.
Dalam keterangannya sebagai saksi ahli, Dr. Ibnu menegaskan bahwa status para buruh tidak layak lagi disebut sebagai pekerja kontrak (PKWT), mengingat masa kerja mereka telah berlangsung selama lebih dari dua dekade.
“Kalau sudah bekerja 20 tahun, itu bukan kontrak lagi. Demi hukum, status mereka otomatis berubah menjadi pekerja tetap. Tidak bisa dibantah,” tegasnya, Rabu (7/5) pagi.
Lebih lanjut, Dr. Ibnu menyoroti proses PHK yang dilakukan tanpa pemberitahuan resmi dan tanpa perundingan. Ia menyatakan bahwa tindakan perusahaan yang langsung “mengusir” pekerja tanpa proses hukum adalah tidak sah.
“PHK harus diberitahu maksimal 14 hari sebelumnya. harus ada kesepakatan. Kalau main usir, itu cacat prosedur. Hak buruh wajib dikembalikan atau dibayar pesangonnya,” ujarnya tegas.
Dalam persidangan, pihak perusahaan mencoba berdalih bahwa PHK dilakukan karena alasan “kesalahan mendesak”. Namun, Dr. Ibnu membantah dalih itu karena Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang memuat ketentuan tersebut telah kedaluwarsa sejak Januari lalu.
“Kalau PKB sudah mati, semua ketentuannya tidak berlaku. Maka alasan ‘kesalahan berat’ tidak bisa diterapkan. Ini normatif dan harus ditaati,” paparnya.
Dr. Ibnu mengakhiri keterangannya dengan harapan yang kuat agar keadilan benar-benar ditegakkan. Ia menyebut bahwa buruh yang telah bekerja bertahun-tahun tidak boleh diperlakukan semena-mena hanya karena ketidakseimbangan kekuasaan.
“Kalau hakim jujur, mereka pasti menang. Karena semua dasar hukum mendukung buruh. Jangan sampai ada preseden bahwa buruh bisa disingkirkan semudah itu,” tutupnya.
Kehadiran Dr. Ibnu Affan bukan hanya sebagai akademisi, tetapi sebagai pembela nilai-nilai keadilan sosial. Ia membawa suara kampus ke ruang sidang dan memberi inspirasi bahwa ilmu hukum bukan hanya teori, tapi alat perjuangan untuk mereka yang tak bersuara.
Editor : Sadam Husin